Dengan memanfaatkan momentum Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), masyarakat pedesaan dapat merubah fisik dan perekonomian desa untuk lebih baik lagi masyarakat desa dapat mencari dan menentukan sosok Kepala Desa yang penuh komitmen membawa pada perubahan fisik dan perekonomian desa untuk lebih baik lagi.
Agar tidak terus menerus dibohongi oleh janji-janji manis aktor politik yang memainkan peran, masyarakat juga dapat malakukan semacam kontrak politiknya dengan calon Kades yang dipilihnya (masyarakat) itu.
Berbicara mengenai politik selalu saja menarik untuk disimak mulai dari prosesnya hingga hasil dari politik itu sendiri yang dalam dalam prakteknya, politik melahirkan wajah-wajah baru dalam dunia perpolitikan hingga proses kelahirannya yang dalam hal in dapat terjadi sedikit prematur.
Alhasil, carut marut politik terus bergulir berhadapan dengan berbagai dinamika politik yang terjadi.
Adapun pertarungan memperebutkan kekuasaan adalah hal yang lumrah terjadi.
Dalam hal ini, kemampuan individual calon dan peranan tokoh yang tampil di daerah pemilihan merupakan point tersendiri dalam menentukan figur-figur yang akan ditawarkan kepada para penentu pemimpin yang dalam hal ini masyarakat.
Sayangnya, dalam pelaksanaan pemilihan pemimpin masyarakat itu, kerap terjadi perselingkuhan politik, sehingga kepentingan rakyat kemudian sering terabaikan yang salah satunya dikarenakan adanya kepentingan yang berbeda dengan aspirasi masyarakat.
Padahal pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan Pilkades membuka peluang terbukanya saluran-saluran politik masyarakat yang selama ini di hilangkan untuk ikut menentukan pemimpinnya.
Dalam pelaksanaannya, demokrasi seharusnya mempunyai makna pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan aspek ekonomi.
Selain itu, politik yang dalam hal ini sistem pengambilan keputusan dan sosial yang dalam hal ini kelembagaan masyarakat hingga pada tingkat desa, serta aspek lingkungan yang kesemuanya itu masyarakat telah tahu dan menyadari hak-hak politiknya.
Dengan globalisasi informasi, hampir tidak ada satupun peristiwa yang tidak bisa dirahasiakan.
“Hari ini terjadi hari ini juga kita dapat menyaksikannya secara live (langsung) melalui siaran Televisi ataupun siaran di Radio serta media sosial (medsos)”.
Seperti diketahui, tahapan dan perangkat Pilkades telah didesain sedemikian rupa guna menjalankan proses demokrasi secara adil, terbuka, dan transparan.
Namun, perseteruan antar kelompok yang kerap terjadi selama pemilihan umum dan setelah pesta demokrasi dipicu oleh kurangnya pemahaman tentang konstitusi.
Untuk mengantisipasi ketidakadilan dari demokratisasi, semua pihak perlu kembali kepada konstitusi dan menerapkan Pancasila secara murni dan konsekuen serta menjaga jalannya konstitusi di Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan.
Demokrasi bukan segala-galanya, karena suara terbanyak bisa jadi kemasan oleh golongan tertentu yang dalam hal ini dapat mengakibatkan aspirasi masyarakat cenderung terabaikan.
Pancasila dan konstitusi tidak bisa diartikan parsial.
Penyelewengan penguasa di masa lalu dengan mencederai pancasila harus diluruskan.
Masyarakat desa harus merebut kembali arena politiknya yang dalam hal ini masyarakat (rakyat) bebas bersaing secara sehat dan menentukan sendiri sosok pemimpin yang ideal versi mereka (masyarakat).
Seperti halnya hajatan demokrasi yang lain, Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) sebenarnya juga membuka jalan bagi pembaharuan desa.
Hasil Pilkades, sesungguhnya jabatan politis yang kuat legitimasinya dan berdaulat.
Dengan kekuasaannya Kepala Desa (Kades) mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan (Perdes) dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dalam hal ini mencerminkan berjalannya prinsip demokrasi desa.
Dengan memanfaatkan momentum Pilkades, masyarakat pedesaan dapat mencari sosok Kepala Desa yang penuh komitmen membawa pada perubahan fisik desa.
Agar tidak terus menerus dibohongi oleh janji-janji manis aktor politik yang memainkan peran, masyarakat juga dapat malakukan semacam kontrak politiknya dengan calon Kades yang dipilihnya (masyarakat) itu.
Dalam hal ini, berbagai macam visi dan misi para kandidat (peserta Pilkades) menawarkan kepada masyarakat dengan mengiming-imingi pembaharuan fisik daerah, pendidikan gratis, kesehatan gratis dll yang kesemuanya itu disampaikan dengan begitu energik untuk menarik simpatik dan suara pemilih.
Sayangnya, semuanya itu dinilai hanya sebagai sandiwara elit.
Ironisnya, kecurangan-kecurangan dalam pemilihan umum juga kerap sekali terjadi yang dalam hal ini malakukan dugaan manipulasi dari hasil politik.
Dalam pesta demokrasi di daerah-daerah yang ada Indonesia, kita sering menyaksikan hiruk pikuk dan segala macam hingar bingarnya proses politik yang membuat mata dan telinga tertuju pada kata politik untuk ikut berpartisipasi memilih pemimpinnya.
Selain itu, saat kampanye politik, kita sering mendengar kata-kata yang cukup familiar di telinga kita yakni, “Dari Rakyat Untuk Rakyat Dan Oleh Rakyat”, yang kesemuanya itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, sering kali proses politik yang sering mengatasnamakan rakyat itu, faktanya bertujuan untuk kepentingan sendiri dan atau kelompok.***
Penulis : Antonius Sitanggang
Renungan :
“Kebahagiaan sejati ditemukan saat memberi.”