Dengan memanfaatkan momentum Pilkades, masyarakat pedesaan dapat mencari sosok Kepala Desa yang penuh komitmen membawa pada perubahan fisik desa.
Agar tidak terus menerus dibohongi oleh janji-janji manis aktor politik yang memainkan peran, masyarakat juga dapat malakukan semacam kontrak politiknya dengan calon Kades yang dipilihnya (masyarakat) itu.
Dalam hal ini, berbagai macam visi dan misi para kandidat (peserta Pilkades) menawarkan kepada masyarakat dengan mengiming-imingi pembaharuan fisik daerah, pendidikan gratis, kesehatan gratis dll yang kesemuanya itu disampaikan dengan begitu energik untuk menarik simpatik dan suara pemilih.
Sayangnya, semuanya itu dinilai hanya sebagai sandiwara elit.
Ironisnya, kecurangan-kecurangan dalam pemilihan umum juga kerap sekali terjadi yang dalam hal ini malakukan dugaan manipulasi dari hasil politik.
Dalam pesta demokrasi di daerah-daerah yang ada Indonesia, kita sering menyaksikan hiruk pikuk dan segala macam hingar bingarnya proses politik yang membuat mata dan telinga tertuju pada kata politik untuk ikut berpartisipasi memilih pemimpinnya.
Selain itu, saat kampanye politik, kita sering mendengar kata-kata yang cukup familiar di telinga kita yakni, “Dari Rakyat Untuk Rakyat Dan Oleh Rakyat”, yang kesemuanya itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, sering kali proses politik yang sering mengatasnamakan rakyat itu, faktanya bertujuan untuk kepentingan sendiri dan atau kelompok.***
Penulis : Antonius Sitanggang
Renungan :
“Kebahagiaan sejati ditemukan saat memberi.”












