Selain itu, dengan merujuk surat Gubsu nomor 593/6969 tertanggal 29 Oktober 2004, Bupati Deli Serdang Amri Tambunan mengungkapkan bahwa atas lahan yang dikeluarkan dari lahan eks HGU eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan itu, ada lahan untuk rakyat seluas 18,34 hektar dan lahan untuk perumahan karyawan seluas 8,82 hektar.
Berdasarkan penelusuran itu, hal tersebut diduga dikarenakan hadirnya para terduga mafia tanah.
Ironisnya, pengawasan yang rendah serta minimnya penegakan hukum menambah semakin maraknya kehadiran para terduga mafia tanah tersebut yang kesemuanya itu mengakibatkan, antara lain :
- Tidak terwujudnya kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,
- Menghambat pembangunan karena investor enggan berinvestasi,
- Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap negara, serta terjadi sengketa penguasaan hak kepemilikan atas tanah.
Untuk diketahui, mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang untuk menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah atau melanggar hukum.
Adapun salah satu penyebab maraknya mafia tanah tersebut dikarenakan tanah menjadi salah satu instrumen investasi yang memiliki nilai ekonomi yang menggiurkan.
Dalam hal ini, ketersediaan tanah yang terbatas mengakibatkan tanah memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi dan menjadi salah satu objek perebutan bagi masyarakat.
Pada umumnya, modus operasi yang dilakukan oleh mafia tanah untuk merebut tanah milik orang lain, adalah pemalsuan dokumen dan melakukan kolusi dengan oknum aparat.
Selain itu, mafia tanah juga dinilai bisa melakukan rekayasa perkara serta melakukan penipuan atau penggelapan hak suatu benda untuk merebut tanah milik orang lain.
Adapun hilangnya hak milik pribadi atau penggunaan hak yang tidak berdasarkan hukum mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada negara, khususnya terhadap pengaturan kepemilikan tanah di Indonesia. [***]
Penulis : Antonius Sitanggang
Editor/Publish : Antonius Sitanggang












