Kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tidak lain adalah untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang, dimana dalam proses hilirasi ini menjadi kewajiban stakeholders pertambangan membangun proses hilirisasi dalam bentuk membangun smelter yaitu tempat pengolahan sumber-sumber mineral, sehingga bisa memberikan nilai tambah.
Namun melalui WTO pada awal tahun 2021, hal tersebut mendapatkan tantangan ketika pada kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat protes keras dari Uni Eropa dengan mengugat Indonesia terkait kebijakan hilirisasi pengolahan mineral mengenai larangan ekspor bijih nikel yang ditetapkan oleh Indonesia.
Dalam hal ini, Uni Eropa berpendapat bahwa langkah ini melanggar aturan perdagangan internasional dan tidak sesuai dengan komitmen Indonesia sebagai anggota WTO.
Uni Eropa berargumen bahwa larangan tersebut memberikan keuntungan kompetitif yang tidak adil bagi industri pengolahan mineral dalam negeri di Indonesia.
Keputusan WTO akan tergantung pada bagaimana peraturan perdagangan internasional diterapkan.
WTO dapat mempertimbangkan apakah larangan ekspor biji nikel Indonesia melanggar aturan yang mengatur perdagangan dan perlakuan non-diskriminatif terhadap mitra dagang.
Dengan demikian, “apakah Indonesia harus merelaksasi larangan ekspor bijih mentah agar tidak mendapat sanksi atau terus melanjutkan kebijakan ini?”
Maka keputusan untuk merelaksasi larangan ekspor biji mentah atau melanjutkan kebijakan yang dalam hal ini tentu merupakan keputusan yang kompleks dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan berbagai faktor termasuk manfaat jangka pendek dan jangka panjang, dampak terhadap ekonomi nasional, industri pengolahan, dan perdagangan internasional.
Merelaksasi larangan ekspor biji mentah mungkin dapat memberikan manfaat ekonomi jangka pendek dalam bentuk pendapatan ekspor tambahan dan mendukung keberlanjutan pendapatan pemerintah namun akan berdampak rendahnya nilai tambah perekonomian.
Konsistensi Indonesia untuk tetap melaksanakan program hilirisasi pengelohan sumber daya mineral dapat menggunakan pendekatan teori kemandirian ekonomi, atau teori kedaulatan ekonomi, adalah pandangan ekonomi yang menekankan pentingnya negara memiliki kendali atas kebijakan ekonominya sendiri, terutama dalam hal sumber daya alam, produksi, perdagangan, dan kebijakan moneter. Teori ini berfokus pada konsep bahwa negara harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan ekonomi yang sesuai dengan kepentingan nasional tanpa terlalu bergantung pada negara-negara lain atau lembaga internasional.
Beberapa poin utama dalam teori kemandirian ekonomi meliputi, kontrol terhadap sumber daya alam; proteksionisme terbatas seperti tarif impor dan subsidi bagi industri dalam negeri.
Hal ini bertujuan untuk melindungi industri nasional dari persaingan asing yang tidak seimbang. Kemandirian ekonomi juga bisa berarti mengendalikan impor dan ekspor sesuai dengan tujuan nasional, bukan hanya berdasarkan pasar internasional.
Teori ini mendorong pengembangan industri dalam negeri dan teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada impor produk yang dapat diproduksi secara lokal.












