Kembalikan Tanah kepada Rakyat, Bukan Kepada Mafia Tanah (3)

oleh -1,098 views
oleh
Kembalikan Tanah kepada Rakyat, Bukan Kepada Mafia Tanah
Kembalikan Tanah kepada Rakyat, Bukan Kepada Mafia Tanah
banner 1000x200

Kasus Sengketa Lahan Eks HGU PTPN II Tamora, Desa Dagang Kerawan Sebuah Bukti Nyata adanya Praktek Mafia Tanah dan Aksi Kriminalisasi

SATYA BHAKTI ONLINE | TANJUNG MORAWA (DELI SERDANG) –

Dalam berbagai literatur pelajaran hukum pidana, sering tertulis ungkapan klasik yang mengibaratkan hukum pidana sebagai “pedang bermata dua”,  yang dalam hal ini untuk menjelaskan bahwa hukum pidana di satu sisi  berfungsi melindungi manusia sebagai anggota masyarakat.

Namun di sisi lain, dengan sanksinya yang berupa nestapa, hukum pidana juga “melukai” kemanusiaan itu sendiri.

Bila dikaitkan dengan pemahaman kejahatan sebagai “pelanggaran terhadap hukum negara”, maka fungsionalisasi hukum pidana melalui alat negara terhadap pelaku kriminal nampak sah-sah saja.

Dalam hal ini hukum negara dipahami sebagai hukum yang dibentuk untuk melindungi masyarakat sehingga tercipta suasana tertib dan aman dari ancaman kejahatan untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial.

Namun, persoalannya menjadi berbeda ketika dalam “hukum negara” terkandung berbagai kepentingan untuk melindungi kekuasaan yang dalam hal ini, penerapan hukum pidana dengan dalih untuk menegakkan hukum negara sangat potensial menghasilkan putusan yang timpang, terutama bila hukum pidana dimanfaatkan oleh pihak yang kuat (the have) dalam kasus yang bersumber dari konflik antara “wong cilik” dengan pihak kekuasaan.

Sebagai contoh, hal tersebut dapat dilihat dari masalah lahan eks HGU PTPN II Tanjung Morawa (Tamora) di Desa Dagang Kerawan Tamora, yang dalam hal ini masyarakatnya terus mendapat teror dan aksi kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin memperkaya diri sendiri atau  kelompok dengan menguasai dan memiliki lahan eks HGU tersebut.

Padahal, sebelum lahan tersebut dinyatakan menjadi HGU PTPN II Tamora, masyarakat sudah terlebih dahulu mempunyai alas hak atas lahan eks HGU tersebut melalui KRPT dan KPPT yang dalam hal ini dilindungi oleh undang-undang.

Belum hilang dalam ingatan kita, beberapa oknum pejabat Direksi PTPN II Tamora seperti Ir Suwandi yang saat itu menjabat Dirut PTPN II Tamora bersama seorang pemilik Yayasan Pendidikan yakni DR RM HM Supriyanto alias Anto Keling ditangkap dan dipenjarakan oleh aparat kepolisian dari Polda Sumut serta diperkarakan dalam peradilan pidana karena dituduh bersekongkol untuk menguasai dan memiliki lahan eks HGU tersebut sehingga negara mengalami kerugian.

Saat itu, pemikiran aparat Polda Sumut menilai persekongkolan antara para oknum untuk menguasasi dan memiliki lahan tersebut merupakan tindak pidana.

Ironisnya, pemikiran aparat Polda Sumut justru berbeda dengan pemikiran aparat dijajarannya yakni Polres Deli Serdang dan Polsek Tamora.

Buktinya, dengan pemikiran dan menganggap akte jual beli merupakan alas hak kepemilikan atas lahan, aparat Polres Deli Serdang dan Polsek Tamora selalu dengan sigap menerima dan memproses laporan pengaduan yang dilakukan Anto Keling dengan tuduhan menguasai lahan tanpa hak terhadap masyarakat.

banner 1000x300banner 1000x300
Bagikan ke :