Penegasan tersebut diperkuat dengan ketentuan Pasal 12 ayat 1 huruf (g) dan (h) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang berbunyi, “Pemegang HGU berkewajiban untuk menyerahkan kembali tanah beserta sertifikat HGUnya kepada Negara setelah HGU tersebut hapus dan menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala KantorPertahanan”.
Selain itu, pada pasal 18 ayat (1) disebutkan “Apabila HGU hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, bekas pemegang wajib membongkar bangunan yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri.
Setelah melakukan pengkajian kembali terhadap dokumen-dokumen pelepasan asset tanah eks HGU PTPN II Kebun Tamora kepada YPNA yang selanjutnya Kementerian BUMN mengeluarkan Surat Nomor SR-01/MBU/2006 tanggal 26 Januari 2006 prihal Pelepasan eks-HGU PTPN II Kebun Tamora kepada YPNA dimana pada point 2 dinyatakan “Sesuai dengan Berita Acara penaksiran harga jual asset tanah a quo tertanggal 28 Maret 2005 sehingga harga penaksiran berlaku sejak dibuatnya Berita Acara penaksiran tertanggal 28 Maret 2005 hingga berakhirnya surat izin pelepasan dari Menteri BUMN tertanggal 29 Juni 2005.
Sedangkan pada point 3 dinyatakan “Berdasarkan Akta Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi Nomor 13 tanggal 16 November 2005 yang dibuat dihadapan Notaris Erna Wati Lubis, SH tersebut dilakukan 5 bulan setelah berakhirnya izin pelepasan dari Menteri BUMN dan masa berlakunya harga taksasi.
Disamping itu, sesuai dengan Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) huruf (g) dan (h) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996, kewajiban untuk mengembalikan tanah eks-HGU No. 1 Tahun 1989 tersebut kepada Negara telah dilakukan oleh PTPN II melalui Indro Suhito, SH yang saat itu menjabat Kaur Agraria kepada Bagian Umum PTPN II dengan menyerahkan sertifikat tanah tersebut kepada Kanwil BPN Sumut pada tanggal 2 Mei 2003 yang diterima oleh Ir. Dermawan yang saat itu menjabat Kabid Pengukuran dan Pendaftaran.
Anehnya, walaupun sertifikat tanah HGU No. 1 Tahun 1989 Desa Dagang Kerawan tersebut sudah dikembalikan kepada Negara, pengalihan hak atas tanah bekas HGU tersebut kepada YPNA tetap dilakukan.
Sementara itu, dalam melaksanakan kesepakatan/perjanjian dengan pihak Pemkab Deli Serdang sesuai dengan Surat Perjanjian Peruntukan Tanah dan Pembangunan Fasilitas Umum atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora seluas 59 hektar tertanggal 5 November 2001 dan Surat
Keputusan Bupati Nomor 816 Tahun 2001 tanggal 8 Nopember 2001 tentang Pengaturan Peruntukan Tanah eks-HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora tersebut, Anto Keling dinilai tidak adanya itikad baik dan tidak lagi mengindahkan kesepakatan tersebut.
Ironisnya, secara sepihak, Anto Keling telah membuat perjanjian kerjasama kepada pemodal yakni Susanto dan William yang dibuat didepan Notaris Erna Wati Lubis, SH. dengan Akta No.6 tanggal 10 November 2005 tanpa melibatkan pihak Pemkab Deli Serdang.
Adapun dalam Akta Notaris Ernawaty Lubis SH tersebut ditegaskan, atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan tersebut, Anto Keling bersama pemodal tersebut sepakat bagi hasil yakni 75% untuk Susanto dan William, sedangkan Anto Keling mendapat 25%.
Selain itu, BPN Deli Serdang juga diminta untuk menerbitkan Sertifikat tanah atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan tersebut dengan mengatasnamakan perorangan atau nama-nama pribadi.
Hal tersebut membuktikan bahwa, alasan RUTRK dinilai hanya sebagai trik atau modus untuk mengakali Pemkab Deli Serdang dan Pempropsu untuk mendapatkan lahan dengan harga murah sekaligus meraup harta Negara dan hak orang lain guna memperkaya diri.
Disamping itu, berdasarkan UU No. 28/2004 tentang Yayasan sebagai perubahan atas UU No.16, Bab I. Ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Yayasan adalah Badan Usaha Hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.
Sedangakan pada pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa “Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan”.
Karena itu, berdasarkan UU tersebut , YPNA tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang bertujuan Bisnis dan mencari keuntungan (profit) sebagai pelaksana Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kecamatan Tanjung Morawa yang dilakukan Pemkab Deli Serdang
Disamping itu, penjualan atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan tersebut juga telah menyalahi ketetapan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 tentang pengalihan hak atas Aktiva Tetap Milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) kepada Pihak Ketiga.














