“Sejarah dan semangat perlawanan tersebut telah mengilhami lahirnya KRPP, sebagai bagian dari front perjuangan untuk mewujudkan keadilan agraria, sekaligus memutus rantai praktik feodalisme, kapitalisme dan imperialisme,” tegas Nugroho.
Menurut Nugroho, sebuah perjuangan yang dilandaskan pada garis perjuangan rakyat yang artinya, hanya dengan kekuatan massa rakyatlah pembaruan agraria dapat terwujud.
Adapun tujuan pembaruan agraria yang dimaksud, Nugroho menuturkan,
- Mewujudkan keadilan dalam penguasaan, kepemilikan dan pengelolaan sumber- sumber agraria, baik dengan cara redistribusi kepada buruh tani, tani miskin, buruh nelayan, dan nelayan miskin, serta masyarakat miskin kota, ataupun pengakuan atas sumber-sumber agraria kepada masyarakat adat ;
- Peningkatan produksi pertanian ;
- Jaminan pasar yang berkeadilan; dan hanya dengan dijalankan pembaruan agraria sejati, akan tercipta tatanan masyarakat yang lepas dari segala bentuk penindasan dan penghisapan.
Untuk diketahui, permasalahan lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa di Desa Dagang yang hingga kini bagaikan api dalam sekam” itu, kembali terbakar.
Saat itu, Senin 3 April 2023 lalu, bagaikan membangun penjara yang tanpa memperdulikan keberadaan bangunan serta warga yang bermatapencaharian dan bertempat tinggal didalamnya, sekelompok orang yang diduga orang suruhan membangun pagar tembok diatas lahan eks HGU PTPN 2 Desa Dagang Kerawan, tepatnya di Jalan Bandar Labuhan, Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumut.
Akibatnya, kericuhan dan adu fisik nyaris terjadi karena kearogansian sekelompok orang bayaran itu yang mengintimidasi sekelompok warga yang mempertahankan haknya atas lahan eks HGU PTPN 2 Desa Dagang Kerawan itu.
Untungnya, adu fisik tersebut dapat dihindari.
Belum hilang dalam ingatan kita, dampak atas kasus jual-beli lahan eks HGU PTPN II Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan, beberapa oknum pejabat Direksi PTPN II Tamora seperti Ir Suwandi yang saat itu menjabat Dirut PTPN II Tamora bersama seorang pemilik Yayasan Pendidikan yakni DR RM HM Supriyanto alias Anto Keling ditangkap dan dipenjarakan oleh aparat kepolisian dari Polda Sumut serta diperkarakan dalam peradilan pidana karena dituduh bersekongkol untuk menguasai dan memiliki lahan eks HGU tersebut sehingga negara mengalami kerugian.
Saat itu, pemikiran aparat Polda Sumut menilai persekongkolan antara para oknum untuk menguasasi dan memiliki lahan tersebut merupakan tindak pidana.
Ironisnya, pemikiran aparat Polda Sumut justru berbeda dengan pemikiran aparat dijajarannya yakni Polres Deli Serdang dan Polsek Tamora.
Buktinya, dengan pemikiran dan menganggap akte jual beli merupakan alas hak kepemilikan atas lahan, aparat Polres Deli Serdang dan Polsek Tamora selalu dengan sigap menerima dan memproses laporan pengaduan yang dilakukan Anto Keling dengan tuduhan menguasai lahan tanpa hak terhadap masyarakat.
Padahal, yang dinamakan alas hak kepemilikan atas lahan dituang dalam bentuk sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh negara melalui Badan Pertanahan Negara (BPN).
Ironisnya, apabila masyarakat yang dalam hal ini juga mempunyai alas hak kepmilikan atas lahan eks HGU tersebut, saat itu, aparat Polres Deli Serdang dan Polsek Tamora selalu berdalih untuk menolak laporan pengaduan yang dilakukan masyarakat.
Padahal, atas lahan eks HGU PTPN II Tamora tersebut, masyarakat mempunyai alas hak kepemilikan berupa KRPT/KPPT yang dalam hal dilindungi undang-undang.












