SATYA BHAKTI ONLINE | JAKARTA – Akhirnya, buronan terduga pelaku korupsi KTP elektronik (KTP-el) yang bernama Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin itu, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Singapura.
Selanjutnya, untuk membawa diri buronan terduga pelaku korupsi KTP-el itu ke Indonesia, KPK akan segera melakukan ekstradisi.
Terkait itu, sebagaimana dikutip dari antara.com, Wakil Ketua KPK (Fitroh Rohcahyanto) membenarkan hal tersebut.
“Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK itu saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Wakil Ketua KPK itu, kini KPK sedang berkoordinasi dengan para pihak terkait untuk secepatnya mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia agar perkara hukumnya bisa segera dituntaskan.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum, sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujarnya.
Untuk diketahui, pada 13 Agustus 2019 lalu, KPK mengumumkan empat orang sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Adapun ke-4 tersangka tersebut adalah :
- Paulus Tannos ( Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra).
- Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI).
- Miryam S. Haryani (anggota DPR RI periode 2014–2019.
- Husni Fahmi (mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik).
Dalam hal ini, KPK menduga perbuatan para tersangka tersebut telah merugikan keuangan negara dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik yang dinilai sekira Rp.2,3 triliun.
Namun, salah seorang tersangkanya, yakni Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, diduga melarikan diri ke luar negeri, setelah mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.
Selanjutnya, sejak 19 Oktober 2021, tersangka Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.
Sementara itu, dikutip dari cnnindonesia.com, perjanjian ekstradisi yang telah disepakati oleh Indonesia dan Singapura Selasa pada 25 Januari 2022 itu, memberi kesempatan bagi aparat penegak hukum untuk mempercepat proses hukum terhadap para pelaku tindak pidana tertentu seperti korupsi, narkotika dan terorisme.
Terkait korupsi, Singapura disebut-sebut menjadi ‘surga’ bagi para koruptor.
Sebelum ada perjanjian ekstradisi, banyak pelaku korupsi sering kali bersembunyi di negeri singa tersebut.
KPK pun mengakui hal ini.
Sebut saja mantan calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku, mantan buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra, Chairman PT Paramount Enterprise Internasional Eddy Sindoro, hingga Paulus Tannos.
-
Pernah berhadap-hadapan
Pada Agustus 2023 lalu, Direktur Penyidikan KPK (Asep Guntur Rahayu) mengatakan, Paulus Tannos mempunyai dua kewarganegaraan, satu di antaranya Afrika Selatan.
Kondisi tersebut yang membuat KPK gagal memulangkan dan memproses hukum Paulus saat menemukan yang bersangkutan di luar negeri beberapa tahun lalu.
Saat itu, kata Asep, tim KPK sudah berhadap-hadapan dengan Paulus Tannos.
KPK juga mendapat informasi yang bersangkutan telah mengubah namanya.
“Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika [Selatan] dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos,” kata Asep pada Jumat, 11 Agustus 2023 lalu.
Dalam hal ini, Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.
Terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp.2,3 triliun itu, PT Sandipala Arthaputra diketahui menjadi salah satu pihak yang diperkaya yang dalam hal ini diduga menerima Rp.145,8 miliar.
Walaupun menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung, perusahaan milik Paulus mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp.5,9 triliun.
Sebelum ini, KPK telah lebih dulu memproses hukum sejumlah orang, diantaranya :
- Setya Novanto (mantan Ketua DPR RI).
- Markus Nari mantan anggota DPR RI.
- Dua pejabat di Kemendagri yakni Irman dan Sugiharto.
- Anang Sugiana Sudihardjo (Direktur Utama PT Quadra Solution).
- Pihak swasta yakni Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi. (red)
Editor/Publish : Antonius Sitanggang